Akad dalam Islam dan Pembagiannya


Nama : Mafida Dian Aulia
Kelas ; Perbankan Syariah 1 A
No : 4.42.16.0.15

Macam-macam syarat akad
1.       Syarat In’iqad adalah syarat yang menentukan terlaksananya suatu akad. Bila salah satu saja syarat dalam akad ini tidak terpenuhi maka akad nikah batal. Contoh orangyang berakad harus cakap hukum
2.       Syarat shihah adalah syarat yang menentukan dalam suatu akad yang berkenaan dengan akibat hokum, dalam artian jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka menyebabkan tidak sahnya suatu pernikahan. Contoh : mahar dalam pernikahan, tidak sah pernikahan tanpa adanya mahar.
3.       Syarat nifadz adalah syarat yang menentukan kelangsungan suatu akad, jika syarat ini tidak terpenuhi maka menyebabkan fasad-nya pernikahan. Contoh : wali nikah adalah orang yang berwenang menikahkan.
4.       Syarat luzum yaitu syarat yang menentukan kepastian suatu akad dalam arti tergantung kepadanya kelanjutan berlangsungnya suatu akad sehingga dengan telah terdapatnya syarat tersebut tidak mungkin akad yang sudah berlangsung itu dibatalkan. Hal ini berarti selama syarat itu belum terpenuhi akad dapat dibatalkanm seperti suami harus sekufu dengan istrinya.
Pembagian macam-macam akad
1.       Akad Munjiz ; yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad. Pernyataan akad diikuti dengan pelaksanaan akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan syarat-syarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad.
2.       Akad Mu’allaq ; adalah akad yang di dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalam akad, misalnya penentuan-penyerahan barang-barang yang diadakan setelah adanya pembayaran.
3.       Akad Mudhaf ; adalah akad yang didalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan.

Dari segi ada tidaknya qismah
1.       Musammah ; yaitu akad yang telah ditetapkan syara’ dan telah ada hokum-hukumnya seperti jual beli, hibah, dan ijarah.
2.       Ghairu musammah ; yaitu akad yang belum ditetapkan oleh syara dan belum ditetapkan hukum-hukumnya.
Dari segi diisyaratkannya akad
1.       Musyara’ah ; ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara’ seperti gadai dan jual beli.
2.       Mamnu’ah ; ialah akad-akad yang dilarang syara seperti menjual anak binatang dalam perut induknya.
Dari segi sah atau batalnya
1.       shahihah ; ialah akad-akad yang mencukupi persyaratannya, baik syarat yang khusus maupun syarat yang umum.
2.       Fashihah ; yaitu akad-akad yang cacat atau cedera karena kurang salah satu syarat syaratnya, baik syarat umum maupun syarat khusus. Seperti nikah tanpa wali.
Dari segi sifat bendanya
1.       ‘ainiyah ; adalah akad yang diisyaratkan dengan penyerahan barang-barang seperti jual beli.
2.       Ghairu ‘ainiyah : adalah akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang, karena tanpa penyerahan barang-barang pun akad sudah berhasil, seperti akad amanah.
Dari segi cara melakukannya
1.       Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
2.       Akad ridha’iyah yaitu akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak, seperti akad pada umumnya.
Berlaku tidaknya akad
1.       Nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad.
2.       Mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan, seperti akad fudhuli (akad yang berlaku setelah disetujui pemilik harta)
Segi luzum dan dapat dibatalkannya akad dibagi empat :
1.       Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan seperti akad kawin, manfaat perkawinan tidak bisa dipindahkan kepada orang lain, seperti bersetubuh. Tapi akad nikah dapat diakhiri dengan cara yang dibenarkan syara’ seperti talak dan khulu’.
2.       Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan dan dirusakkan, seperti persetujuan jual beli dan akad-akad lainnya.
3.       Akad lazim yang menjadi hak salah satu pihak, seperti rahn, orang yang menggadai sesuatu benda punya kebebasan kapan saja ia akan melepaskan rahn atau menebus kembali barangnya.
4.       Akad lazimah yang menjadi hak dua belah pihak tanpa menunggu persetujuan salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan yang menerima titipan atau yang menerima titipan boleh mengembalikan barang yang dititipkan kepada yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan dari yang menitipkan.
Segi tukar menukar hak dibagi tiga bagian :
1.       Akad mu’awadlah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbale balik seperti jual beli.
2.       Akad tabarru’at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan, seperti hibbah.
3.       Akad yang tabarru’at pada awalnya dan menjadi akad mu’awadhah pada akhirnya seperti qaradh dan kafalah.
Harus dibayar ganti rugi tidaknya
1.       Akad dhaman yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu diterima seperti qaradh.
2.       Akad amanah yaitu tanggung jawab kerusakan oleh pemilik benda, bukan oleh yang memegang barang, seperti titipan (ida’)
3.       Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi merupakan dhaman, menurut segi yang lain merupakan amanah seperti rahn (gadai)
Segi maksud dan tujuannya
1.       Bertujuan tamlik, seperti jual beli.
2.       Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama (perkongsian) seperti syirkah dan mudharabah.
3.       Bertujuan tautiq (memperkokoh kepercayaan) saja, seperti rahn dan kafalah.
4.       Bertujuan menyerahkan kekuasaan, seperti wakalah dan washiyah.
5.       Bertujuan mengadakan pemeliharaan, seperti ida’ atau titipan.
Faur dan istimrar, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
1.       Akad fauriyah, yaitu akad-akad yang dalam pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebentar saja, seperti jual beli.
2.       Akad istimrar, disebut pula akad zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan, seperti I’arah.

Ashliyah dan thabiiyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian :
1.       Akad asliyah, yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu dari yang lain, seperti jual beli dan I’arah.
2.       Akad thahi’iyah yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti adanya rahn tidak dilakukan bila tidak ada utang.


Sumber : Suhendi, Hendi. 2010. FIQH MUAMALAH : Membahas Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Al-Hajr

Contoh Teks MC Seminar Nasional

5 Lagu LDR Khas Anak Rantau untuk Pacar